Kopi adalah
minuman favoritku. Ada pengalaman berhargaku dengan kopi dan almarhum Emak,
panggilan sayang ibuku.
Sejak aku
duduk di kelas 6 sekolah dasar aku mulai menyukai rasa kopi. Namun aku tidak
pernah membuat kopi untuk aku sendiri. Berawal dari kebiasaanku “menyruput”
kopi bapakku yang disediakan di cangkir khusus oleh Emak. Kopi yang diseduh
oleh Emak baunya sangat harum sehingga selalu membuatku tergoda untuk
merasakannya. Aku selalu mendekati Emak apabila beliau menyeduh kopi untuk
bapakku.
“Enak ya,
Mak?’ tanyaku.
“Iya,” jawab
Emak singkat.
“Boleh gak
aku minta sedikit?” tanyaku.
‘Hush,
jangan, ini kopi Bapak. Kamu gak boleh clintisan minum kopi Bapak,” larang
beliau.
Semakin
dilarang, aku semakin penasaran. Jadi aku selalu mencuri kesempatan hanya untuk
merasakan kopi Bapak. Apabila Bapak atau Emak tidak ada di sekitar meja di mana
Emak biasa menaruh cangkir kopi Bapak, dengan cepat aku selalu “menyruput” kopi
Bapak.
Tapi
lama-lama rupanya ulahku ini diketahui oleh Emak, karenaBapakku sering tanya,
“lho, kopiku kok berkurang? Siapa ni yang minum?”
Emak diam
saja, karena anaknya banyak, aku lima bersaudara, sehingga Emak tidak langsung
menuduh anak-anaknya begitu saja.
Keesokan
harinya, seperti biasa, aku celingukan dulu, memastikan tidak ada Bapak atau Emak
atau saudaraku yang lain di ruangan di mana cangkir kopi Bapak berada. Kulihat
cangkir Bapak, masih ada setengah cangkir kopi yang tersisa. Langsung kuambil
cangkir itu, kuminum kopi itu, tetapi ,’bahhhhh’ pahit sekali kopi Bapak hari
ini. Langsung aku semprotkan kopi pahit itu dari mulutku. Dan tiba-tiba Emak
sudah berdiri dibelakangku. Wah,ketangkap basah aku.
‘Mak, kok
tumben emak menyediakan kopi pahit buat Bapak?, tanyaku seolah aku tidak
bersalah.
“Kopi itu Emak
buat khusus buat anak yang suka menyruput kopi Bapak tanpa izin,’ jawab Emak,
tanpa ada ekspresi marah di wajahnya. Aku jadi malu, namun merasa nyaman karena
tidak dimarahi Emak. Emak memang orang yang paling sabar di dunia ini. Aku
beruntung memiliki Emak seperti beliau.
Sejak saat
itu, aku tidak menyruput kopi Bapak lagi diam-diam. Aku menunggu kepulangan
Bapak dari sekolah di mana Bapakku mengajar, lalu jika masih ada kopi tersisa
aku minta izin Bapak untuk minta barang seteguk. Dan Bapak selalu
mengizinkannya. Ah, indahnya pelajaran yang kuambil dari kopi ini. Terima kasih
Emak atas kasih sayangmu, teladanmu, cara mendidik aku dengan kesabaranmu dan
semua yang Emak berikan padaku. Anakmu sekarang teramat merindukanmu.