Tujuan kami (saya dan rekan kerja atas nama instansi di mana
saya bekerja) mendatangi panti tersebut adalah untuk memberikan pembelajaran
baca tulis al-qur’an bagi para penghuni panti yang beragama islam dan belum
bisa baca tulis al-qur’an.
Setelah acara seremonial, kami melanjutkan kunjungan kami
berikutnya di bulan berikutnya, untuk memonitor kegiatan tersebut.
Sewaktu saya dan rekan kerja memasuki kawasan panti jompo ini
menuju Langgar di mana kegiatan pembelajaran baca tulis Al-Qur’an bagi warga
panti jompo ini, kami melewati jalan di mana kanan kiri jalan terdapat wisma
yang seperti rumah kecil yang masing-masing rumah atau wisma tersebut terdiri
dari beberapa kamar. Lingkungan komplek wisma tersebut sangat asri. Setiap
wisma ada namanya yang ditempel di atas pintu wisma.
Ketika kami sampai di depan wisma kedua di deretan
wisma-wisma tersebut, tiba-tiba bapak tua yang sedang duduk di depan wisma
berdiri dan memberi hormat kepada kami
seolah kami adalah komandan atau atasannya. Kami membalas hormat bapak tua itu
dengan tersenyum dan mengangguk. Tetapi bapak tua itu kelihatan marah dan
mengomel dengan suara yang tidak jelas, jadi saya balas dengan mengangkat
tangan membalas hormat bapak tua tersebut, tetap sambil tersenyum. Dalam hati
saya berfikir mungkin bapak tua ini dulu adalah seorang pejuang yang hidup di
masa penjajahan Jepang.
Dari 135 penghuni di panti tersebut, ada 28 orang dewasa yang belum bisa baca tulis al-qur’an.
Dan dari 135 penghuni panti tersebut ada 10 orang yang mengalami gangguan jiwa,
termasuk bapak tua yang memberi hormat kepada kami tadi.
Saya sangat kagum dengan semangat para peserta kegiatan pembelajaran ini yang notabene mereka adalah orang dewasa di usia senja namun masih mau belajar, sekaligus saya juga trenyuh dengan keadaan para penghuni panti jompo
tersebut. Berulang kali terngiang pertanyaan di hati saya kemanakah anak atau
sanak saudara mereka? Mengapa mereka menghabiskan sisa waktu hidupnya di panti
jompo ini? Apa yang telah mereka lakukan di masa lalu sehingga mereka berada
dip anti jompo ini? Bagaimana cara mereka mendidik putra-putri mereka sehingga
mereka ada di panti ini? Bagaimana hubungan mereka dengan saudara-saudara
mereka? Dan banyak lagi pertanyaan yang menyeruak di pikiran saya.
Karena waktu kami sedikit maka saya hanya sempat bertanya
kepada tutor yang mengajar di panti tersebut. Padahal saya ingin mengobrol
dengan salah satu atau beberapa bapak dan ibu yang usianya sudah lanjut yang
menjadi peserta dalam pembelajaran baca tulis Qur’an tersebut.
Kata tutor tersebut bahwa mereka bisa ada di panti tersebut
kebanyakan “dikirim’ oleh sanak saudara mereka. Kebanyakan dari mereka adalah
dari luar kota Banjarbaru, dan kebanyakan mereka sebenarnya termasuk orang yang
mampu. Terkadang mereka dikunjungi pihak keluarga sebulan sekali.
Saya masih belum puas dengan informasi yang saya dapat.
Tetapi karena keterbatasan waktu jadi terpaksa saya harus menyimpan semua
pertanyaan saya untuk bulan berikutnya, mudah-mudahan lebih banyak waktu yang
saya punyai dari bulan kemarin.
Namun satu hal yang saya dapat dari kunjungan saya ini
adalah betapa pentingnya keluarga, betapa pentingnya menjaga keutuhan keluarga,
komunikasi, rasa sayang dan saling mengasihi ,
menanamkan sifat-sifat kasih sayang, perduli dan empati kepada anak-anak
kami, juga pada diri pribadi saya dan suami.
Banjarbaru, awal Maret 2012. (Foto diatas adalah salah satu foto kegiatan pembelajaran baca tulis Qur'an di panti jompo yang saya kunjungi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar