Rabu, 04 Januari 2012

KOPI PERTAMAKU


Kopi adalah minuman favoritku. Ada pengalaman berhargaku dengan kopi dan almarhum Emak, panggilan sayang ibuku.
Sejak aku duduk di kelas 6 sekolah dasar aku mulai menyukai rasa kopi. Namun aku tidak pernah membuat kopi untuk aku sendiri. Berawal dari kebiasaanku “menyruput” kopi bapakku yang disediakan di cangkir khusus oleh Emak. Kopi yang diseduh oleh Emak baunya sangat harum sehingga selalu membuatku tergoda untuk merasakannya. Aku selalu mendekati Emak apabila beliau menyeduh kopi untuk bapakku.
“Enak ya, Mak?’ tanyaku.
“Iya,” jawab Emak singkat.
“Boleh gak aku minta sedikit?” tanyaku.
‘Hush, jangan, ini kopi Bapak. Kamu gak boleh clintisan minum kopi Bapak,” larang beliau.
Semakin dilarang, aku semakin penasaran. Jadi aku selalu mencuri kesempatan hanya untuk merasakan kopi Bapak. Apabila Bapak atau Emak tidak ada di sekitar meja di mana Emak biasa menaruh cangkir kopi Bapak, dengan cepat aku selalu “menyruput” kopi Bapak.
Tapi lama-lama rupanya ulahku ini diketahui oleh Emak, karenaBapakku sering tanya, “lho, kopiku kok berkurang? Siapa ni yang minum?”
Emak diam saja, karena anaknya banyak, aku lima bersaudara, sehingga Emak tidak langsung menuduh anak-anaknya begitu saja.
Keesokan harinya, seperti biasa, aku celingukan dulu, memastikan tidak ada Bapak atau Emak atau saudaraku yang lain di ruangan di mana cangkir kopi Bapak berada. Kulihat cangkir Bapak, masih ada setengah cangkir kopi yang tersisa. Langsung kuambil cangkir itu, kuminum kopi itu, tetapi ,’bahhhhh’ pahit sekali kopi Bapak hari ini. Langsung aku semprotkan kopi pahit itu dari mulutku. Dan tiba-tiba Emak sudah berdiri dibelakangku. Wah,ketangkap basah aku.
‘Mak, kok tumben emak menyediakan kopi pahit buat Bapak?, tanyaku seolah aku tidak bersalah.
“Kopi itu Emak buat khusus buat anak yang suka menyruput kopi Bapak tanpa izin,’ jawab Emak, tanpa ada ekspresi marah di wajahnya. Aku jadi malu, namun merasa nyaman karena tidak dimarahi Emak. Emak memang orang yang paling sabar di dunia ini. Aku beruntung memiliki Emak seperti beliau.
Sejak saat itu, aku tidak menyruput kopi Bapak lagi diam-diam. Aku menunggu kepulangan Bapak dari sekolah di mana Bapakku mengajar, lalu jika masih ada kopi tersisa aku minta izin Bapak untuk minta barang seteguk. Dan Bapak selalu mengizinkannya. Ah, indahnya pelajaran yang kuambil dari kopi ini. Terima kasih Emak atas kasih sayangmu, teladanmu, cara mendidik aku dengan kesabaranmu dan semua yang Emak berikan padaku. Anakmu sekarang teramat merindukanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar