Selasa, 21 Desember 2010

SELAMAT HARI IBU

Tentu kita masih ingat lagu sewaktu kita masih di taman kanak-kanak dulu: kasih ibu, kepada beta, tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi, tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia....".
Ya, cinta ibu terhadap anaknya adalah cinta yang tulus yang tidak mengharapkan balasan.
Cinta ibu tulus menyayangi anak-anaknya tanpa syarat.

Hanya memberi, tak harap kembali...
Betapa tulusnya kasih ibu.
Saya mempunyai pengalaman pribadi tentang kasih ibu. (Sekarang ibu saya sudah kembali ke rahmatullah, ya Allah, ampuni segala dosa ibu saya, dan tempatkan beliau di tempat terindah dan istimewa di sisi-Mu).
Ibu saya adalah orang yang sabar, seorang ibu yang sabar. Beliau tidak pernah marah atau meneriaki anak senakal apapun anak-anaknya. Saya anak ke lima dari enam bersaudara. Betapa repotnya ibu saya di rumah mengurusi enam anak. Bapak saya seorang guru, beliau sangat disiplin, sehingga tidak segan-segan menghukum kami jika kami membuat kesalahan. Sangat jauh beda dengan ibu saya. Jika kami membuat kesalahan (baca: kenakalan anak-anak) maka beliau hanya berkata, "ya Allah, gusti anak agung".
Saya masih ingat sewaktu saya masih di TK. Bapak saya pulang dari sekolah (tempat mengajar) membawa sekarung beras. Beras itu beliau taruh di tempat biasa, yaitu di dapur. Saya yang waktu itu masih TK melihat karung beras yang penuh isinya, mengundang saya untuk bermain-main dengan beras itu. Lalu saya buka karung beras itu, saya hamburkan beras itu ke atas sambil bersorak "hujan beras, hujan beras". Beras terhambur di mana-mana. Tidak lama ibu saya datang, beliau hanya bilang, "ya Allah.. gusti anak agung..." sambil mengumpulkan beras-beras yang terhambur di lantai. Beliau sama sekali tidak marah.
Sangat jauh berbeda dengan saya, mungkin jika saya di posisi ibu saya saat itu saya pasti marah dan menghukum anak. Namun ibu saya tidak pernah menghukum saya. Beliau sangat sabar...
Emak... aku sangat sayang padamu.
Robbirhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiiroo
“Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” [Al Israa’:24]
Robbanaghfir lii wa lii waalidayya wa lilmu’miniina yawma yaquumul hisaab
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” [Ibrahim:41]
Jadikanlah setiap hari menjadi hari Ibu.

Rabu, 15 September 2010

Ketupat


Hari Raya Idul Fitri atau di negeri kita biasa juga disebut Hari Lebaran. Mengenai Lebaran, ada satu tradisi yang tidak pernah ditinggalkan oleh orang Indonesia, yaitu ketupat.Biasanya Lebaran Ketupat pada hari ketujuh bulan Syawal, setelah puasa 6 (enam hari puasa di awal bulan Syawal.)
Secara historis ketupat lahir dari sebuah pergulatan kebudayaan pesisiran. Sumber dari Malay Annal (1912) oleh HJ de Graaf menyebutkan, kupat atau ketupat merupakan simbol perayaan hari raya Islam pada masa pemerintahan Demak yang dipimpin Raden Fatah pada awal abad ke-15. Bungkus ketupat dipilih dari janur. De Graaf menduga-duga secara antropologis bahwa hal itu berfungsi sebagai identitas budaya pesisiran karena pohon kelapa kebanyakan tumbuh di dataran rendah. Selain itu, warna kuning memberi arti khas untuk membedakan dari warna hijau dari Timur Tengah dan merah dari Asia Timur.
Kupat yang kita lihat adalah anyaman janur kuning yang menggambarkan jalinan silaturrahmi yang erat, saling membungkus, dan saling menguatkan. Semacam simbol pentingnya persatuan dan kesatuan. Kebiasaan berkunjung dan bersalaman bisa dijelaskan melalui etimologi kata ketupat, yakni kupat (Jw). Para frase kupat adalah ngaku lepat, mengaku bersalah. Kata itu menuntut kita menghilangkan rasa benci, tersinggung, dan introspeksi diri agar bisa saling memaafkan. Ketupat membimbing manusia pada fase pemahaman paling ultim tentang hakikat manusia.
Ketupat adalah makanan yang dibuat dari beras dan dimasukkan ke dalam anyaman pucuk daun kelapa (janur) berbentuk kantong, kemudian ditanak dan dimakan sebagai pengganti nasi.Ketupat atau kupat adalah hidangan khas Asia Tenggara maritim berbahan dasar beras yang dibungkus dengan pembungkus terbuat dari anyaman daun kelapa (janur) yang masih muda. Ada dua bentuk utama ketupat yaitu kepal (lebih umum) dan jajaran genjang. Masing-masing bentuk memiliki alur anyaman yang berbeda. Untuk membuat ketupat perlu dipilih janur yang berkualitas yaitu yang panjang, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.
Bagi masyarakat Jawa, Ketupat memiliki arti tersendiri, selain dari nama dan bentuk, proses pembuatan Ketupat sendiri memiliki makna dan arti dalam kehidupan masyarakat Jawa.
Ketupat dalam bahasa jawa biasa disebut kupat, dalam salah satu website, disebutkan bahwa adanya tradisi makan Ketupat di luar (setelah) hari Lebaran, yang biasanya dinamakan dengan hari Raya Ketupat, disebut sebagai tradisi Kupat Luar. Kupat ini berasal dari kata Pat atau Lepat (kesalahan) dan "Luar" yang berarti di luar, atau terbebas atau terlepas, dengan harapan bahwa orang yang memakan Ketupat akan kembali diingatkan bahwa mereka sudah terlepas dan terbebas dari kesalahan, sehingga masyarakat diharapkan akan saling memaafkan dan saling melebur dosa dengan simbolisasi tradisi kupat luar.
Di salah satu sumber lain, Ketupat berasal dari kerotoboso (atau bahasa singkatan) dari kata Ngaku Lepat yang berarti mengakui kesalahan. Tradisi Ketupat diharapkan akan membuat kita mau mengakui kesalahan kita sehingga membantu kita untuk memaafkan kesalahan orang lain juga. Sehingga, dosa yang ada akan saling terlebur.
Dalam filosofi Jawa yang lain, kupat berarti ëngaku lepatí atau mengakui kesalahan. Tindakan ëngaku lepatí ini jadi kebiasaan yang sekarang selalu kita lakukan pada tanggal 1 syawal, yaitu bermaaf-maafan dengan keluarga atau tetangga dan teman-teman. Masih dari filosofinya orang Jawa, kupat erat kaitannya dengan tanggal 1 syawal. Kupat disini dapat diartikan dengan laku papatí atau empat tindakan. Laku papat itu adalah lebaran, luberan, leburan dan laburan.
Maksud dari keempat tindakan tersebut, yang pertama, lebaran, dari kata lebar yang berarti selesai. Ini dimaksudkan bahwa 1 Syawal adalah tanda selesainya menjalani puasa, maka tanggal itu biasa disebut dengan Lebaran.
Lalu luberan, berarti melimpah, ibarat air dalam tempayan, isinya melimpah, sehingga tumpah ke bawah. Ini simbol yang memberikan pesan untuk memberikan sebagian hartanya kepada fakir miskin, yaitu sodaqoh dengan ikhlas seperti tumpahnya/lubernya air dari tempayan tersebut.
Kemudian, leburan, maksudnya adalah bahwa semua kesalahan dapat lebur (habis) dan lepas serta dapat dimaafkan pada hari tersebut.
Yang terakhir adalah laburan. Di Jawa, labur (kapur) adalah bahan untuk memutihkan dinding. Ini sebagai simbol yang memberikan pesan untuk senantiasa menjaga kebersihan diri lahir dan batin.
Bentuk ketupat juga ada maknanya. Bentuk persegi seperti ini dapat diartikan di masyarakat Jawa sebagai perwujudan dari kiblat papat lima pancer, dengan berbagi penjelasan dan berbagai cara memandang. Ada yang memaknai kiblat papat lima pancer ini sebagai keseimbangan alam: 4 arah mata angin utama, yaitu timur, selatan, barat, dan utara. Akan tetapi semua arah ini bertumpu pada satu pusat. Bila salah satunya hilang, keseimbangan alam akan hilang. Begitu pula hendaknya manusia, dalam kehidupannya, ke arah manapun dia pergi, hendaknya jangan pernah melupakan pancer: Tuhan yang Maha Esa.
Kiblat papat lima pancer ini dapat juga diartikan sebagai 4 macam nafsu manusia dalam tradisi jawa: amarah, aluamah, supiah, dan mutmainah. Amarah adalah nafsu emosional, aluamah adalah nafsu untuk memuaskan rasa lapar, supiah adalah nafsu untuk memiliki sesuatu yang indah atau bagus, dan mutmainah adalah nafsu untuk memaksa diri. Keempat nafsu ini adalah empat hal yang kita taklukkan selama berpuasa, jadi dengan memakan Ketupat, disimbolkan bahwa kita sudah mampu melawan dan menaklukkan hal ini.
Ketupat merupakan makanan dengan isi beras, berselongsong janur atau daun kelapa yang berwarna agak kekuningan. Salah satu cara mematangkan Ketupat adalah dengan merebusnya dalam santan, atau, jika Ketupat direbus dalam air biasa, akan dihidangkan bersama makanan bersantan
1. Janur kuning.
Janur kuning ini adalah lambang penolakan bala. Di Kraton Surakarta, ada salah satu aksesoris wajib yang harus dikenakan, dan berbentuk kain panjang berwarna kuning. Kain ini disebut samir. Samir ini merupakan penolak bala, nah, Janur kuning adalah simbol dari samir tersebut.
2. Beras.
Sebagai simbol kemakmuran, beras dianggap sebagai doa agar kita semua diberi kelimpahan kemakmuran setelah hari raya.
3. Santan.
Santan, atau dalam bahasa jawa santen, berima dengan kata ngapunten yang berarti memohon maaf. Salah satu pantun yang terkenal yang menyebut keberadaan Ketupat dan santan adalah:
Mangan kupat nganggo santen.
Menawi lepat, nyuwun pangapunten.
(Makan Ketupat pakai santan.
Bila ada kesalahan mohon dimaafkan.)

Senin, 06 September 2010

Menyambut Idul Fitri 1431 H




Biasanya banyak hal yang dilakukan oleh umat Islam menjelang "hari kemenangan" atau Idul Fitri. Ada yang lebih mempertebal iman dengan menambah amalan ibadah misalnya membaca Al-Qur'an hingga khatam, shalat lail, sedekah, dan lainnya. Ada pula yang menyiapkan baju baru untuk dipakai di Shalat Ied nanti, membuat kue-kue lebaran, mudik berkumpul handai taulan di kampung halaman, dan lain sebagainya. Yang jelas ada semangat dan kegembiraan serta berlomba-lomba meraih kemenangan di hari raya yang fitri nanti.

Sebenarnya apa sih hakikat Idul Fitri ini?

Menurut Wikipedia Idul Fitri : عيد الفطر ‘Īdu l-Fiṭr) adalah hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawal pada penanggalanHijriah. Pada tanggal 1 Syawal, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan menyelenggarakan Shalat Ied bersama-sama di masjid-masjid, di tanah lapang, atau bahkan jalan raya (terutama di kota besar) apabila area ibadahnya tidak cukup menampung jamaah. (http://id.wikipedia.org/wiki/Idul_Fitri)
Kata “Ied” menurut bahasa Arab menunjukkan sesuatu yang kembali berulang-ulang, baik dari sisi waktu atau tempatnya. Kata ini berasal dari kata “Al ‘Aud” yang berarti kembali dan berulang. Dinamakan “Al ‘Ied” karena pada hari tersebut Alloh memiliki berbagai macam kebaikan yang diberikan kembali untuk hamba-hambaNya, yaitu bolehnya makan dan minum setelah sebulan dilarang darinya, zakat fithri, penyempurnaan haji dengan thowaf, dan penyembelihan daging kurban, dan lain sebagainya. Dan terdapat kebahagiaan, kegembiraan, dan semangat baru dengan berulangnya berbagai kebaikan ini. (Ahkamul ‘Iedain, Syaikh Ali bin Hasan). Perlu diperhatikan, saat ini telah menyebar di kalangan masyarakat, bahwa makna “Iedul Fitri” adalah
kembali kepada fitroh (suci)
karena dosa-dosa kita telah terhapus. Hal ini kurang tepat, baik secara tinjauan bahasa maupun istilah syar’i
. Kesalahan dari sisi bahasa, apabila makna “Iedul Fitri” demikian, seharusnya namanya “Iedul Fithroh” (bukan ‘Iedul Fitri). Adapun dari sisi syar’i, terdapat hadits yang menerangkan bahwa Iedul Fitri adalah hari dimana kaum muslimin kembali berbuka puasa. Dari Abu Huroiroh berkata: “Bahwasanya Nabi shollallohu’alaihi wa sallam telah bersabda: ‘Puasa itu adalah hari di mana kalian berpuasa, dan (’iedul) fitri adalah hari di mana kamu sekalian berbuka…’” (HR. Tirmidzi dan Abu dawud, shohih) (Majalah As Sunnah 05/I, Ustadz Abdul Hakim). Oleh karena itu, makna yang tepat dari “Iedul Fitri” adalah kembali berbuka (setelah sebelumnya berpuasa). (http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/bimbingan-idul-fitri.html)
Fitri berarti fitrah atau suci. Sesuai dengan arti kata itu, kaum muslimin pada hari Idul Fitri merayakan kemenangannya karena mereka telah berhasil membersihkan / mensucikan jiwanya dari kotoran dan karat-karat nafsu dunia dan kembali kepada fitrahnya yang suci, yaitu Islam. Bagaimanakah orang yang telah mengembalikan fitrah Islamnya ? Salah satu cirinya yaitu, mereka telah mampu meng-aplikasikan Islam dalam setiap gerak dan langkah kehidupannya di dunia (segala perkataan dan perbuatannya selalu merujuk pada Al-Quran dan Sunnah Rasul), sehingga baginya dunia hanyalah sarana untuk mencapai tujuan akhirat. Mereka yang telah bersungguh-sungguh dalam menjalankan puasanya demi untuk mendekatkan dirinya kepada Allah dan mencapai keridhaan-Nya semata. Bukan hanya sekedar memenuhi kewajiban dalam rukun Islamnya saja, apalagi dengan tujuan riya’ (pemer) kepada manusia. Mudah-mudahan Allah menjauh-kan kita dari sifat riya’ ini dan memasukkan kita kedalam golongan orang-orang yang bergembira karena puasanya. (http://nisaonline.tripod.com/naskah/9602ut.htm).

Sesuai dengan ajaran Islam, perayaan Idul Fitri ini diharapkan menguatkan hubungan yang bersifat vertikal, yaitu dengan Allah sang Pencipta sebagai tanda syukur, dan menguatkan hubungan yang bersifat horisontal, antara sesama makhluk, khususnya sesama manusia.
Menguatkan hubungan vertikal ini dapat dilakukan dengan jalan memperbanyak dzikrullah, mengumandangkan ucapan Takbir dan Tahmid : Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, walillahil-hamd (Allah Maha Besar, Dia-lah yang berhak menerima puja dan puji). Sebagai puncaknya, kaum muslimin mengerjakan shalat Idul Fitri.
Sedangkan menguatkan hubungan vertikal adalah dengan membagi kegembiraan dengan mengulurkan tangan kepada orang-orang yang lemah, terutama anak yatim dan fakir miskin, dengan memberikan zakat fitrah kepada mereka. Zakat fitrah diwajibkan kepada setiap Muslim dan Muslimah, kecuali mereka yang tidak mampu, yang hanya mempunyai persediaan makanan di rumah. Pada hari itu juga telah lazim bahwa setiap muslim saling mengunjungi satu sama lain dan saling memaafkan, sehingga ikatan persaudaraan Islam akan semakin kuat. Tetapi satu hal yang kurang pada tempatnya, bahwa kita saling memaafkan justru pada akhir bulan Ramadhan. Padahal seharusnya hal ini kita lakukan sebelum / menjelang bulan Ramadhan, sehingga kita dapat memasuki bulan Ramadhan dengan hati yang bersih.

Adapun adab dalam menyambut hari raya Idul Fitri adalah:
Pertama, niat yang benar.
Niat yang benar merupakan dasar dari semua urusan. ''Wajib bagi seorang Muslim menghadirkan niat yang benar dalam segala perkara berkaitan dengan hari raya, seperti berniat ketika keluar rumah untuk shalat demi mengikuti Nabi SAW,'' ungkap Syekh Sayyid Nada.

Kedua, mandi.
Pada hari Idul Fitri hendaknya setiap Muslim mandi. Sehingga, kata Syekh Sayyid Nada, dapat berkumpul bersama kaum Muslimin lainnya dalam keadaan bersih dan wangi. Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, bahwa ia mandi pada hari raya Idul Fitri, sebelum berangkat ke tempat shalat. (HR Malik dalam kitab al-Muwaththa).

Ketiga, memakai wewangian.
Saat akan shalat Idul Fitri, hendaknya setiap Muslim memakai wewangian dan dalam keadaan bersih.

Keempat, memakai pakaian baru.
Menurut Syekh Sayyid Nada, jika seseorang mampu, disunahkan memakai pakaian baru pada hari raya Idul Fitri. Hal itu menunjukkan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT dan menunjukkan kegembiraan pada hari raya. Ibnu Umar RA memakai pakaian terbaiknya pada kedua hari raya. (HR Al-Baihaki).

Kelima, mengeluarkan zakat fitrah sebelum melaksanakan shalat.
Sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW, seorang Muslim hendaknya mengeluarkan zakat fitrah sebelum shalat untuk menggembirakan fakir-miskin dan orang yang membutuhkan pada hari Ied tersebut. Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk mengeluarkan zakat fitrah sebelum orang-orang keluar untuk shalat. (HR Bukhari-Muslim).

Keenam, memakan kurma sebelum berangkat darirumah pada hari raya Idul Fitri.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ath-Thabrani, Rasulullah SAW sebelum berangkat shalat pada hari raya Idul Fitri memakan kurma terlebih dahulu. Dalam riwayat lain disebutkan, Nabi SAW tak berangkat shalat Idul Fitri kecuali setelah makan, sedangkan beliau tidak makan pada hari raya Idul Adha, kecuali setelah pulang dan makan dari hewan kurbannya. (HR at-Tirmidzi)

Ketujuh
, bersegera menuju tempat shalat.
Pada hari raya Idul Fitri, hendaknya setiap Muslim bergegas menuju tempat dilakukannya shalat I'ed.

Kedelapan, keluarnya wanita ke tempat shalat.
Menurut Syekh Sayyid Nada, wanita dianjurkan untuk keluar menuju tempat shalat walaupun sedang haid. Sehingga, mereka dapat menyaksikan dan mendapat kemuliaan hari raya serta merasakan kebahagiaan bersama orang lain.

''Meski begitu, hendaknya wanita yang haid memisahkan diri dari tempat shalat. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari-Muslim, Nabi SAW memerintahkan gadis-gadis pingitan, anak-anak, serta wanita haid untuk keluar, namun wanita haid yang menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum Mukminin, hendaklah mereka memisahkan diri dari tempat shalat.

Kesembilan
, anak-anak juga keluar untuk shalat.
Ibnu Abbas RA berkata, ''Aku keluar bersama Nabi SAW pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, kemudian beliau shalat dan berkhutbah…'' (HR Bukhari-Muslim). Menurut Syekh Sayyid Nada, hendaknya anak-anak ikut keluar sehingga mereka ikut merasakan kebahagiaan hari raya, bersenang-senang dengan pakaian baru, keluar ketempat shalat, dan menyaksikan jamaah kaum Muslimin walaupun mereka tidak shalat karena masih kecil.

Kesepuluh, keluar untuk shalat dengan berjalan kaki.
Keluar berjalan kaki untuk shalat termasuk sunah. Sebagaimana Nabi SAW keluar pada dua hari raya dengan berjalan kaki, shalat tanpa azan dan iqamat, dan pulang berjalan kaki melalui jalan lain. (HR Ibnu Majah). Perbuatan inilah yang disukai selama tak memberatkan orang yang shalat.

Kesebelas, bertakbir dengan suara keras sampai ke tempat shalat.
Disunahkan bertasbih mulai dari keluar rumah sampai ke tempat shalat. Hal ini untuk menunjukkan syi'ar Islam.

Keduabelas, bersalaman dan saling mengucapkan selamat di antara orang yang shalat.
Bersalaman dan saling mengucapkan selamat akan membahagiakan jiwa yang merasa gembira pada hari Ied. Bisa pula sambil mengucapkan, ''Semoga allah menerima amal kami dan amal kalian.'' (“taqobbalalloohu minnaa wa minkum” (Semoga Alloh menerima amal kita dan amal kalian) atau dengan “a’aadahulloohu ‘alainaa wa ‘alaika bil khoiroot war rohmah” (Semoga Alloh membalasnya bagi kita dan kalian dengan kebaikan dan rahmat) sebagaimana diriwayatkan dari beberapa sahabat. (Ahkamul Iedain, Dr. Abdulloh At Thoyyar – edisi Indonesia).

Ketigabelas
, Berangkat dan pulang shalat ied melalui jalan yang berbeda. (Disunnahkan mengambil jalan yang berbeda tatkala berangkat dan pulang, berdasarkan hadits dari Jabir, beliau berkata, “Rosululloh membedakan jalan (saat berangkat dan pulang) saat iedul fitri.” (HR. Al Bukhori). Hikmahnya sangat banyak sekali di antaranya, agar dapat memberi salam pada orang yang ditemui di jalan, dapat membantu memenuhi kebutuhan orang yang ditemui di jalan, dan agar syiar-syiar Islam tampak di masyarakat. (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan). Disunnahkan pula bertakbir saat berjalan menuju tanah lapang, karena sesungguhnya Nabi apabila berangkat saat Iedul Fitri, beliau bertakbir hingga ke tanah lapang, dan sampai dilaksanakan sholat, jika telah selesai sholat, beliau berhenti bertakbir. (HR. Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shohih).
Keempatbelas, bersilaturahim.
Menjalin silaturahim wajib pada setiap waktu. Namun, semakin dianjurkan pada saat hari raya Idul Fitri. Sehingga, semua anggota keluarga bisa senang dan bisa merasakan kebesaran hari raya itu.

Kelimabelas, saling bertikar hadiah dan makanan.
Sudah menjadi tradisi, pada hari raya setaip tetangga bertukar makanan dan hidangan. Bahkan, dianjurkan untuk memberikan hadiah bagi mereka yang tak mampu.
Sebelum menyambut hari raya Idul Fitri dengan melaksanakan shalat Ied, ada disarankan untuk menyambutnya dengan takbir dan tahajud. Barangsiapa yg menghidupkan malam idul fitri dg Tahajjud dan mengingat dosa dan bertafakkur, maka Allah akan membuat hatinya terus hidup pada saat matinya semua hati. (Sumber - Mukasyiaftulquluub - Imam Ghazali bab Fadhlul Ied).

Akhirnya saya ucapkan Selamat Idul Fitri 1431 H. Semoga tulisan di atas yang saya rangkum dari berbagai sumber dapat bermanfaat.

Sabtu, 04 September 2010

Mungkin begitulah kita


Akhir-akhir ini banyak sekali pemberitaan di televisi yang membuat saya gerah. Tentang koruptor yang diampuni (sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi koruptor lain), tentang DPR yang mau difasilitasi kolam renang dan spa, tentang memanasnya hubungan negara kita dengan negara tetangga..., bencana alam, kriminalitas, dan banyak lagi.
Ada blog-blog asal negeri jiran yang khusus menghina bangsa kita. Ada juga aksi langsung dari negeri jiran di perbatasan negara kita.
Kita memang dilecehkan, dihina, dibodoh-bodohkan, dijadikan olok-olok dan ditertawakan. Tapi coba tengok diri kita sendiri. Kenapa kita dilecehkan dan dihina? Dan kenapa kita begitu emosi bila dihina oleh negara tetangga? Harusnya pelecehan dan hinaan ini juga sarana bagi kita untuk lebih introspeksi diri. Merenungi diri. Belajar memahami diri dan memperbaiki diri. Mengapa? Sebegitu terpuruknyakah kita?
Harusnya kita bangkit. Belajar dari pengalaman, memperbaiki kualitas dan citra bangsa kita, dan melayakkan diri kita untuk jadi bangsa yang benar-benar "dihargai" oleh bangsa lain. Tidak hanya demo dan marah-marah. Apalagi ini bulan ramadan, bulan penuh rahmah, berkah dan ampunan. Bulan di mana kesabaran kita sebagai negara muslim diuji.
Tapi mengapa?



Senin, 30 Agustus 2010

Lailatul Qadar


Lailatul Qadar dalah satu malam penting yang terjadi pada bulan Ramadan yang dalam Al-Qur'an digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Lailatul Qadar juga diperingati sebagai malam diturunkannya Al Qur'an. Deskripsi tentang keistimewaan malam ini dapat dijumpai pada Surat Al-Qadr, surat ke 97 dalam Al-Qur'an. Pada surah Al-Qadr ini diterangkan bahwa permulaan al-Qur'an diturunkan ialah pada malam Lailatul Qadr dan diterangkan juga ketinggian derajat malam ini.

Menurut Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab kata Qadar (قﺩﺭ) sesuai dengan penggunaannya dalam ayat-ayat Al Qur'an dapat memiliki tiga arti yakni:
1. Penetapan dan pengaturan sehingga Lailat Al-Qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia. Penggunaan Qadar sebagai ketetapan dapat dijumpai pada surat Ad-Dukhan ayat 3-5 Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada suatu malam, dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan semua urusan yang penah hikmah, yaitu urusan yang besar di sisi Kami.
2.
Kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Quran. Penggunaan Qadar yang merujuk pada kemuliaan dapat dijumpai pada Surat Al-An'am ayat 91 yang berbicara tentang kaum musyrik: Mereka itu tidak memuliakan Allah dengan kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada masyarakat.
3.
Sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam surat Al-Qadr. Penggunaan Qadar untuk melambangkan kesempitan dapat dijumpai pada surat Ar-Ra'd ayat 26 : Allah melapangkan rezeki yang dikehendaki dan mempersempit (bagi yang dikehendaki-Nya).

Waktu terjadinya malam Lailatul Qadar berdasarkan hadis dari Aisyah yang mengatakan : " Rasulullah ShallAllahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf di sepuluh hari terkahir bulan Ramadhan dan beliau bersabda, yang artinya: "Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Romadhon" " (HR: Bukhari 4/225 dan Muslim 1169).

Tanda-tanda malam Lailatul Qadar :
1. Sabda Rasulullah saw,”Lailatul qodr adalah malam yang cerah, tidak panas dan tidak dingin, matahari pada hari itu bersinar kemerahan lemah.” Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah yang dishahihkan oleh Al Bani.
2. Sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya aku diperlihatkan lailatul qodr lalu aku dilupakan, ia ada di sepuluh malam terakhir. Malam itu cerah, tidak panas dan tidak dingin bagaikan bulan menyingkap bintang-bintang. Tidaklah keluar setannya hingga terbit fajarnya.” (HR.Ibnu Hibban).
3. Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya para malaikat pada malam itu lebih banyak turun ke bumi daripada jumlah pepasiran.” (HR. Ibnu Khuzaimah yang sanadnya dihasankan oleh Al Bani)
4. Rasulullah saw berabda,”Tandanya adalah matahari terbit pada pagi harinya cerah tanpa sinar.” (HR. Muslim)
Terkait dengan berbagai tanda-tanda Lailatul Qodr yang disebutkan beberapa hadits, Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan,”Semua tanda tersebut tidak dapat memberikan keyakinan tentangnya dan tidak dapat memberikan keyakinan yakni bila tanda-tanda itu tidak ada berarti Lailatul Qodr tidak terjadi malam itu, karena lailatul qodr terjadi di negeri-negeri yang iklim, musim, dan cuacanya berbeda-beda. Bisa jadi ada diantara negeri-negeri muslim dengan keadaan yang tak pernah putus-putusnya turun hujan, padahal penduduk di daerah lain justru melaksanakan shalat istisqo’. Negeri-negeri itu berbeda dalam hal panas dan dingin, muncul dan tenggelamnya matahari, juga kuat dan lemahnya sinarnya. Karena itu sangat tidak mungkin bila tanda-tanda itu sama di seluruh belahan bumi ini. (Fiqih Puasa hal 177 – 178).

Lailatul qodr merupakan rahasia Allah swt. Untuk itu dianjurkan agar setiap muslim mencarinya di sepuluh malam terakhir, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Carilah dia (lailatul qodr) pada sepuluh malam terakhir di malam-malam ganjil.” (HR. Bukhori Muslim).
Dari Abu Said bahwa Nabi saw menemui mereka pada pagi kedua puluh, lalu beliau berkhotbah. Dalam khutbahnya beliau saw bersabda,”Sungguh aku diperlihatkan Lailatul qodr, kemudian aku dilupakan—atau lupa—maka carilah ia di sepuluh malam terakhir, pada malam-malam ganjil.” (Muttafaq Alaihi)
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw bersabda,”Carilah ia di sepuluh malam terakhir. Jika salah seorang kalian lemah atau tdak mampu maka janganlah ia dikalahkan di tujuh malam terakhir.” (HR. Muslim, Ahmad dan Ath Thayalisi)
Karena tidak ada yang mengetahui kapan jatuhnya lailatul qodr itu kecuali Allah swt maka cara yang terbaik untuk menggapainya adalah beritikaf di sepuluh malam terakhir sebagaimana pernah dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya.

Semoga Allah selalu menetapkan iman kita dan semoga kita termasuk orang yang mendapatkan lailatul qadar. Amin.

(diolah dari berbagai sumber)



Senin, 23 Agustus 2010

RUMAH SERIBU CERMIN


Di bulan Ramadan ini adalah kesempatan yang paling berharga bagi seorang muslim untuk memperbaiki diri dan lebih mendekatkan diri kepada Allah swt. Salah satu nya adalah dengan membersihkan hati dari segala macam penyakit hati; sombong, iri, dengki, dan lain sebagainya. Karena hati adalah cermin dari pribadi kita.
Artikel ini saya dapatkan dari internet juga, dan saya posting di sini untuk mengingatkan kita untuk selalu memperbaiki atau membersihkan hati kita, sehingga di saat kita "bercermin" di lubuk hati yang terdalam, tidak ada pantulan gambar diri kita yang tidak kita sukai seperti pada kisah ini.

Di sebuah desa kecil, ada sebuah rumah yang dikenal dengan nama "Rumah Seribu Cermin". Suatu hari seekor anjing kecil sedang berjalan-jalan di desa itu dan melintasi "Rumah Seribu Cermin". Ia tertarik pada rumah itu dan memutuskan untuk masuk dan melihat-lihat apa yang ada di dalamnya.
Sambil melompat-lompat ceria ia menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu depan. Telinganya terangkat tinggi-tinggi, ekornya bergerak-gerak secepat mungkin. Betapa terkejutnya ia ketika masuk ke dalam rumah ia melihat ada seribu wajah ceria anjing-anjing kecil dengan ekor yang bergerak-gerak cepat. Ia tersenyum lebar, dan seribu wajah anjing kecil itu juga membalas dengan senyum lebar, hangat dan bersahabat. Ketika ia meninggalkan rumah itu, ia berkata pada dirinya sendiri, "Tempat ini sangat menyenangkan. Suatu saat saya akan kembali mengunjunginya sesering mungkin."
Sesaat setelah anjing itu pergi, datanglah anjing kecil yang lain. Namun anjing yang satu ini tidak seceria anjing yang sebelumnya. Ia juga memasuki rumah itu. Dengan perlahan ia menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu. Ketika berada di dalam, ia terkejut melihat ada seribu wajah anjing kecil yang muram dan tidak bersahabat. Segera saja ia menyalak keras-keras, dan dibalas juga dengan seribu gonggongan yang menyeramkan. Ia merasa ketakutan dan keluar dari rumah sambil berkata pada dirinya sendiri, "Tempat ini sungguh menakutkan, saya takkan pernah mau kembali ke sini lagi."
sumber: http://www.iloveblue.com/bali

Senin, 25 Januari 2010

Jeruk santang....



Kisah ini bukan menceritakan tentang asal-usul jeruk santang atau tentang apa-apa yang mengenai jeruk santang.
Yang akan saya tulis disini adalah cerita dari seorang teman yang curhat ke saya kemaren.
Dan menurut saya kisah ini bagus juga saya bagi disini, sekedar berbagi, dan semoga ada manfaatnya.
Temen saya ini lagi hamil, sama dengan saya.
Dia lagi kepengen dibelikan jeruk santang sama suaminya.
Katanya sudah tiga hari dia kepingin jeruk santang tetapi suaminya belum sempat membelikannya karena kesibukan sang suami. Dia mencoba maklum dengan kesibukan suami walau air liurnya sudah tidak tahan lagi merasakan segar dan manisnya jeruk santang.
Selama tiga hari itu pula ia menyandarkan harapan ke suaminya untuk membelikan jeruk itu.
Lalu dia tersadar...., betapa salahnya bila dia hanya mengharapkan suaminya akan membelikan jeruk itu, karena suaminya selalu bilang dia sibuk sehingga tidak bisa mampir hanya untuk membeli jeruk. Mungkin suaminya itu tidak pernah paham bagaimana rasanya bila orang hamil kepingin sesuatu alias nyidam. Dia juga tidak bisa keluar ke pasar atau supermarket untuk membeli jeruk itu sendiri karena tidak mungkin baginya membawa kedua anak-anaknya berbelanja sedangkan dia sendiri juga sedang ngidam, tidak mampu jalan keluar karena rasa mual yang berkepanjangan.
(sebagai sesama teman dan sesama perempuan, geram juga mendengar cerita teman saya itu, geram ama suaminya.)
Kemudian, tepat disaat dia menyadari kesalahannya bahwa dia telah salah jika hanya menyandarkan harapan kepada suaminya, atau sesama manusia, lalu dia istighfar, minta maaf pada Allah.
Sudah seharusnya dia tidak terlalu mengharap sesuatu pada sesama manusia, walau itu suaminya. Karena hanya ada kecewa bila kita menyandarkan harapan pada sesama.
Setelah menyadari kesalahannya, dia banyak beristighfar.
Alhamdulillah, tidak lama ada teman dekatnya datang menjenguk dia.... dan apa yang dibawa temannya? JERUK SANTANG.
Dia yakin tidak ada kata "njilalah" atau kebetulan. Semua diatur oleh Yang Maha Pengatur.
Itulah kisah jeruk santang dari teman saya.