Minggu, 22 Juli 2012

Bulan Ramadhan Masa Kecilku


Bulan Ramadhan, bulan penuh berkah buatku. Banyak kenangan indah tak terlupa terjadi di bulan Ramadhan, baik sewaktu masa kecilku hingga aku dewasa dan berkeluarga.
Anak keduaku, perempuan, lahir di bulan Ramadhan empat tahun lalu. Wajahnya, hidungnya, mirip sekali dengan aku, kami beri dia nama Shazfa, yang artinya mawar, (kebetulan aku melahirkan dia di rumah sakit bersalin Mawar yang ada di kota kami). Bila aku melihat Shazfa, seolah membuka lembaran masa kecilku.
Di masa kecilku dulu, sehari menjelang Ramadhan, adalah kebiasaan Jawa yaitu Megengan. Di mana Emak (panggilan Ibuku) memasak masakan yang enak, panggang tumpeng, sambal goreng kentang, kare ayam, apam, dan bikang yang kemudian makanan tadi disusun di rantang dan di antar ke tetangga terdekat di lingkungan RT kami. Aku bertugas mengantar makanan tersebut. Riang hatiku melaksanakan perintah Emak, karena biasanya sepulang mengantar makanan tadi, aku mendapat 'sangu' dari para tetangga. Rumah kami pun juga diantari makanan Megengan. Waaahh, jadi banyak makanan di rumah. Hmm, menjelang puasa saja sudah mendapat berkah. Syukur alhamdulillah.
Di akhir bulan puasa juga ada tradisi menghantar makanan lagi. Aku bertugas mengantar makanan. Kakak-kakakku tidak ada yang mau melakukan tugas tersebut karena malu, udah besar disanguin bila mengantar makanan.
Tarawih, ibadah yang hanya dilakukan di bulan Ramadhan pun menjadi sesuatu yang spesial buatku. Setelah shalat maghrib, aku sudah mengkavling tempat duluan di Langgar dengan menaruh sajadah dan mukena di tempat yang aku mau, biasanya di paling depan namun dekat pintu, karena supaya mudah keluar dan banyak angin sehingga tidak sumuk atau panas saat melakukan shalat tarawih. Adakalanya "kavlingan"ku dipindah orang saat aku datang ke Langgar, ya akhirnya mengalah saja, cari tempat paling belakang yang juga dapat banyak angin. Setelah tarawih, dilanjutkan dengan tadarus di Langgar. Menyenangkan sekali, selain memperlancar bacaan Al-Qur'an dan saling menyimak bacaan teman, di Langgar disediakan tajilan (makanan dan minuman) buat yang bertadarus. Asyik rasanya makan bersama teman-teman di Langgar setelah tadarus.
Tapi, saat aku sudah berkeluarga, aku tidak melakukan budaya Megengan, karena aku tinggal di pulau yang berbeda. Tidak ada tradisi Megengan di Banjarbaru. Adakalanya aku sering kangen dengan baunya apam Megengan.
Yang terpenting sekarang, tugasku dan suamiku, mendidik anak-anakku untuk menjadi anak-anak yang mengerti agama dan menjadi anak-anak yang semoga menjadi anak-anak sholeh-sholehah bermanfaat dunia akherat. Aamiin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar